TEMPO.CO, Surabaya– Guru besar Institut Ilmu Kedokteran Universitas Tokyo, Yoshirio Kawaoka, mengatakan virus flu burung H5N1 sudah bermutasi sehingga mampu menular antarmamalia atau antarmanusia.
Menurut dia, mutasi atau koalisi ini lebih berbahaya daripada sebelumnya, yang menular dari hewan ke manusia. Selain karena bisa menular antarmanusia, ia khawatir akan terjadi mutasi virus baru yang pasti sulit diobati. “Padahal virus yang menginfeksi manusia akan mudah bermutasi,” katanya dalam seminar internasional tentang flu burung di Research Hospital Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, kemarin.
Kawaoka menjelaskan, walau penelitian tentang mutasi virus flu burung dilakukan di Jepang, tak tertutup kemungkinan hal yang sama terjadi di Indonesia, yang notabene belum bersih dari serangan virus H5N1.
Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kementerian Kesehatan Rita Kusriastuti berharap mutasi virus flu burung di Jepang tak sampai menyebar ke Indonesia. Jika penyebaran itu terjadi, bisa »kiamat” karena virus itu bakal memakan banyak korban manusia. »Sebuah negara bisa hancur, dan itu yang bisa menyebabkan ‘kiamat’,” ujarnya ketika dihubungi.
Ia menerangkan, penyebaran flu burung dari manusia ke manusia pernah terjadi pada 1915 dan 1930 di Eropa. Akibatnya, banyak korban tewas yang memicu kelumpuhan perekonomian sejumlah negara. »Belajar dari situ, memang harus waspada,” kata Rita.
Menurut dia, kementeriannya sudah tepat dalam melakukan pencegahan. Namun Rita menolak menanggapi kemungkinan munculnya virus flu burung hasil mutasi. Tapi ia mengaku optimistis virus flu burung hasil mutasi tak akan masuk ke Indonesia selama tak ada pihak-pihak yang sengaja membawanya ke Indonesia. Rita pun berharap ilmuwan yang meneliti flu burung dilarang melakukan presentasi di Indonesia.
Mengenai pencegahan penularan flu burung antarmanusia, Kawaoka menuturkan, Indonesia bisa meniru Jepang dan Korea, dengan memusnahkan semua hewan yang terserang atau berpotensi terserang virus. “Harus dilakukan eradikasi,” ucapnya.
Winariadi, dari Research Hospital Unair, menjelaskan, di Indonesia, sepanjang 2005-Maret 2012, virus H5N1 telah menjangkiti 187 orang. “Sebanyak 155 di antaranya meninggal,” ucapnya. Menurut dia, penyebaran utama virus terjadi di peternakan individual. Adapun peternakan besar biasanya terus memantau dan memberikan vaksin.
Adapun Kepala Laboratorium Avian Influenza Research Centre Unair, Chairul A. Nidom, mengatakan pemerintah harus segera memilih mempertahankan unggas ternak atau nyawa manusia. Mempertahankan hewan dilakukan dengan memberikan vaksinasi, sedangkan menyelamatkan manusia dengan memusnahkan semua hewan yang terinfeksi atau yang berpotensi terpapar. Ia berpendapat pemberian vaksin bisa menjadikan virus H5N1 bermutasi dan berkoalisi dengan virus lainnya sehingga menjadi semakin berbahaya. Nidom mencontohkan Thailand yang telah meninggalkan sistem vaksinasi untuk berpindah ke eradikasi (pemusnahan).